Selasa, 28 November 2017

Puisi " KRAWANG-BEKASI' Karya : Chairil Anwar


KRAWANG – BEKASI
                                                                                                

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan mendegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi


Puisi " Surat dari Ibu " karya ; Asrul Sani



SURAT DARI IBU
                                                   

Pergi ke dunia luas, anakku sayang

pergi ke hidup bebas !

Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi menyinar daun-daunan
dalam rimba dan padang hijau.

Pergi ke laut lepas, anakku sayang

pergi ke alam bebas !
Selama hari belum petang

dan warna senja belum kemerah-merahan

menutup pintu waktu lampau.

Jika bayang telah pudar

dan elang laut pulang kesarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku !

Kembali pulang, anakku sayang

kembali ke balik malam !
Jika kapalmu telah rapat ke tepi
Kita akan bercerita
“Tentang cinta dan hidupmu pagi hari.”


Puisi " AKU " Karya Chairil Anwar



Aku
                                                                                                        

Kalau sampai waktuku.
Ku mau tak seorang kan merayu…
Tidak juga kau…
Tak perlu sedu sedan itu…
Aku ini binatang jalang.
Dari kumpulannya terbuang…
Biar peluru menembus kulitku.
Aku tetap meradang menerjang…
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari…
Hingga hilang pedih peri,,,
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi…




Minggu, 12 November 2017

Karyn Suca 3 indosiar

Video karyn Suca 3 asal medan stand up comedy di acara MAN expo Medan. Yang sangat lucu dan membuat kita Ngakak....
Tonton videonya disini

Sabtu, 13 Mei 2017

Beauty of Peace


Peace
word easy to say
but hard to realize
the beauty of this world
if there kedamaia
why we should be hostile
why we have war
war will hurt us all
nobody benefited
both the winners and losers
will feel lost
relatives and property
try to count how many lives that become victims?
parents, teens, and even toddlers
how much nature has been broken?
rivers, forests, and oceans
war will not solve the problem
of war only adds to the problem
of war must abolish in this world
of peace must be fostered
peace was lovely
peaceful tranquil
peace that happy
peaceful prosperous

peace ....
the beauty of peace
create one of peace
start of family and our environment
the country will be peaceful
world so peaceful
peace in our hearts
reconciled before our hearts
then peace will be created

Senin, 17 April 2017

SENYUM dan BERSYUKUR

Mata adalah cermin hati
Wajah merupakan cermin perasaan
Sedih atau senang akan terpancar di wajah
Tertawa merupakan tanda bahagia

Senyum adalah sedekah
Sekali senyum satu sedekah
Sering senyum banyak sedekah
Selalu tersenyum semoga berkah

Tersenyumlah disaat suka maupun duka
Syukuri semua yang diterima
Susah senang itu biasa
Yang penting kita selalu bekerja dan berdoa

Syukuri semua yang ada
Banyak bersyukur membuat kita bahagia
Bahagia bukan harus kaya
Kaya belum tentu bahagia

Bukan bahagia yang membuat kita bersyukur
Tapi bersyukur yang membuat kita bahagia

Selasa, 17 Desember 2013

Presiden Juga Bisa (dan Boleh) Narsis



Afrika Selatan, itu sebenarnya sebuah momen yang istimewa. Para pemimpin dunia, politisi, selebritas dan orang biasa berkumpul di sebuah stadion untuk memberi penghormatan terakhir kepada Nelson Rolihlahla Mandela yang meninggal pekan lalu.

Ada banyak eulogi dibacakan, kenangan diapungkan dan doa didaraskan. Tapi mendadak semuanya seperti ditepikan akibat serangkaian kejadian yang melibatkan, salah satunya, Barack Obama. Media ‘memaksa’ agar hal-hal penting dan substansial memberi jalan kepada sesuatu yang sensasional.

Dalam acara itu, Obama menjadi pusat perhatian karena ia tertangkap kamera tengah berfoto selfie. Dia tak sendiri karena dia bersama dengan PM Inggris David Cameron (hei, mereka dua dari lima pemimpin negara pemilik hak veto di Dewan Keamanan PBB) yang mengapit seorang perempuan, PM Denmark Helle Thorning-Schmidt. Yang makin menambah bumbu dari foto ini adalah ekspresi istri Obama, Michelle (duduk jauh di kiri Obama) yang tak bisa disebut senang.

Selfie. Kata ini baru saja dinobatkan oleh Oxford Dictionary sebagai Word of the Year tahun 2013. Kata ini masih hijau karena baru muncul di era smartphone, namun popularitasnya meroket karena sukses mengeksploitasi sisi narsistik seorang manusia.

Lihatlah betapa dunia waktu itu terkaget-kaget ketika Paus Fransiskus menuruti permintaan umatnya yang masih belia-belia untuk berfoto selfie. Perhatikan anak-anak muda itu. Mereka, generasi Y yang terlahir di era komputer dan media sosial, sangat cair dalam mengaktualisasikan fitur teknologi yang ‘gue banget’ di banyak tempat, tak terkecuali di Vatikan.

Apakah salah sikap seperti itu? Bagaimana dengan selfie yang dilakukan Obama, Cameron dan Thorning-Schmidt? Mereka yang mengkritik bilang bahwa di tempat dan suasana tertentu, sebaiknya jangan melakukan selfie.

Peringatan tersebut sangat masuk akal. Bagaimanapun, narsis juga ada batasnya. Di tempat dan waktu yang tak tepat, selfie bisa jadi tak pantas. Yang barangkali dilupakan oleh mereka yang mengkritik selfie Obama adalah konteks. Konteks di balik sebuah foto tentu bisa menjadi panduan dalam mencari makna.

Mari kita simak apa kata fotografer yang memotret kejadian tersebut. Tulisan Roberto Schmidt memberi penjelasan kepada publik bahwa acara penghormatan Mandela di Soweto tersebut bukanlah acara layat atau pemakaman. Orang-orang berdansa dan menari, mereka mengenang apa yang telah dilakukan pemimpin yang mereka cintai selama hidup. Mereka merayakan hidup Mandela; merayakan apa yang telah ia buat demi kesetaraan warna kulit di negaranya dan yang lebih besar, yang telah ia buat demi kemanusiaan.

Bagaimanapun, Obama, Cameron dan Thorsten-Schmidt adalah manusia biasa. Mereka bisa merasa bosan (acara tersebut berlangsung sekitar 4 jam) dan jenuh. Untuk mengatasinya, tak ada salahnya mengambil satu dua frame dengan kamera depan, kan?

Para pemimpin dunia itu memperlihatkan bahwa mereka juga manusia. Atau dalam kasus Paus, dia seperti tengah mengirim pesan bahwa seorang pemuka agama harus dekat dengan umatnya, bukan jadi pendeta yang tidak membumi dan cuma mau berakrab-akrab dengan Sang Pencipta semata.

Tak ada ruginya menjadi orang penting yang natural dan tidak jaim (jaga image). Meski tetap saja, publik tentu berharap mereka menyadari batasannya. Rakyat Amerika tentu tak mau kan melihat Obama ber-selfie saat upacara 4 Juli. Juga kita tentu tidak mau Presiden SBY bakal berfoto-foto narsis saat upacara 17 Agustusan kan?